Bulan jatuh di Pangkuanku bag.ke-6
Harus izin atau memberi upeti,kalau tidak mau jadi ” barang mainannya” . Kehidupan jalanan lebih buas dari Harimau sekalipun. Siapa yang kuat dia yang berkuasa. Gertak menggertak hal yang lumrah di komunitas anak jalanan. Itulah mengapa kalau malam aku tidak dapat tidur. Hanya instingku yang berkata lain. Ada kegelisahan menjalari perasaanku. Suasana mencekam aku kira. Sedikit-sedikit mataku terbelalak. Padahal aku kantuk berat. Dan selang berapa saat, aku tersentak kaget. Dua orang pria berlari kencang-kencang di bawah hujan,dikejar oleh segerombolan pemuda yang menenteng parang dan besi. Itu dapat aku lihat jelas.Karena jalan masih terang oleh sinar lampu mercuri.. Dengan amarah yang memuncak para pemuda itu berteriak-teriak. Habisi ! Bunuh! Kegaduhan itu membuat aku terperanjat kaget. Jantungku berdetak kencang. Kakiku gemetar. Celaka! Mereka bisa saja menghabisiku. Sebagai pelampiasan kekesalan mereka. Bisa-bisa aku jadi korban salah sasaran Aku pasrah. Jika Allah Swt pada malam ini mengirim Malaikat-Nya untu mencabut nyawaku. Aku ikhlas. Mana mungkin aku mampu menghadapi segerombolan begundal?. Aku tidak tau mau berbuat apa? Ketakutan kini datang menemaniku. Takut kalau-kalau mereka yang diamuk emosi dan gelap mata, lalu..Cret! Cret! Aku ditebasnya. Ya,Allah! Pekikku di dalam hati. Aku lebih baik diam sambil bertasbih di dalam hati. Subhanaallah..Allahu Akbar... aku berseru,terus dan terus.. Ada empat orang yang berdiri dihadapanku. Jarak antara aku dengan mereka kira-kira tiga puluh meter, sedang teman mereka yang lain terus memburu ke arah Kota.
” Hei, liat ada orang, ” teriak salah seorang dari empat pemuda itu, menunjuk ke arahku. Jelas kulihat wajah orang itu, gondrong dan sangar, anting-anting di telinganya berkilau terkena sinar lampu. Ada celurit, golok dan pedang ditangan mereka. Mereka liar bak siap bertempur.
” Mana! Mana! ” sahut yang lain, melongok-longokkan kepalanya ke arahku. Aku yakin,dari tempat mereka, aku terlihat samar-samar kerena agak gelap.
” Itu.,ya,yang jongkok,.” kata yang bertubuh kecil karena postur tubuhnya pendek dan kecil..
” Yes,Boss! Sahut si Gondrong. Rupanya Si Kecil,adalah Boss. Pasti Boss itu punya sesuatu yang istimewa sampai dia jadi Boss. Padahal orangnya biasa-biasa saja.
” Ayo kita tanyai! ” ajak si Gondrong.
” E,Drong elu yang Bos atau gue sih, ” hardik si Boss,merasa dilangkahi si Gondrong memberi komando.” Asal.lu tau ya. Yang memberi perintah gue. Ngerti,lu?! ”
” Oke,Boss! ” sahut Si Gondrong mengkeret.
” Jadi bagaimana,Boss, ditanyai kagak? ” tanya si Botak.
” Tidak usah, goblok! Itu sampah! Bentak Si Boss, ” Apa untungnya garuk-garuk sampah. Buang-buang energi., ”.
” Bukan sampah,Bos. Itu manusia, ” potong si Gondrong. Didebat begitu si Bos sedikit naik pitam.
” Goblok! Manuisa sampah, goblok! ” bentak si Bos.
” Tapi kita bisa nanya dia, Bos, ” si Botak menimpali lagi.
” Mau nanya apa sama manusia tidak berguna,he? Ayo, kejar ke Glodok! ” perintah si Boss. Tidak banyak cincong lagi anak buahnya mengikutinya. Dari kejauhan terdengar jelas , Glodok! Glodok! Tidak lama kemudian,terdengar suara mobil patroli meraung-raung .Ada dua mobil polisi .Yang berjalan paling depan mobil Sedan Buser dan dibelakangnya, mobil bak terbuka. Pada mobil bak terbuka, duduk beberapa orang polisi dengan memegeang senjata laras panjang. Kemudian terdengar suara tembakan susul-menyusul. Setelah itu tenang kembali. Sampai,fajar sadik muncul dan azan Subuh pun dikumandangkan dari mesjid yang letaknya tidak jauh dari tempatku berteduh.. Aku berkemas untuk menunaikan shalat Subuh. Alhamdulilah, aku selamat. Esok pagi,koran-koran ibu kota menulis begini : Pertempuran Antar Geng : Tiga tewas dan Lima Kritis. Dengan sub judul; Diduga rebutan lahan parkir. Aku merinding membaca judul itu. Sadis,brutal.. Sekali lagi aku bersyukur tidak menjadi korban salah sasaran.Walau di dalam hatiku sangat sedih juga. Karena orang semacam mereka menyebutku manusia sampah.. Manusia tidak berguna. Tapi itu kuanggap sebagai dorongan untuk membuktikan, aku bukan ”manusia sampah” yang datang mengotori Jakarta . Aku harus berjuang. Ya, aku harus tekun menulis. Hanya dengan menulis masa depan berada di tanganku. Hanya menulis satu-satunya yang aku punyai. Kecintaaanku pada dunia menulis akan membawaku ke dalam kehidupan yang bermartabat.
Tombol next mana?
BalasHapus