Bulan Jatuh Di Pangkuanku no.3



   " Tidak apa-apa,Mbak.?.Oh,ya,nama Mbak siapa? Warsih? Tidak apa-apa, koq, Mbak Warsih.," kilahku tersenyum.. Aku baru ingat, markisa yang aku bawa segera kuberikan ke Mbak Warsih untuk Om Kahar. Mbak Warsih membawanya turun dan akupun masuk ke dalam kamar.Aku bersitriaahat sebentar. Sangking capeknya aku baru bangun jam lima petang. Selesai shalat Azar aku turun membantu Mbak Warsih membersihkan halaman depan. Di rumah ini ada tiga orang pembantu. Semuanya perempuan. Masih muda-muda. Usianya sekitar 20 tahunan. Tapi heran, semuanya oleh tante Frida dipanggil dengan Yem. Warsih dipanggil Yem, Narti juga dipanggil Yem dan begitu pula dengan  Yayuk. Ketika hal itu kutanyakan kepada Mbak Warsih. Dia hanya tersenyum. Sore itu kedua anak Om Kahar sudah pada pulang sekolah. Putra, Om hanya dua orang. Anak nomor satu bernama, Dafa Pratama dan nomor dua,  Andi Dwika Utama. Aku berkenalan dengan mereka,Dafa orangnya rada cuek. Lain dengan Andi mau aku ajak ngobrol. Waktu terus berlalu,tidak terasa aku sudah satu bulan di rumah Om Kahar. Tidak ada kegiatan yang berarti aku lakukan di rumah ini. Hanya pekerjaan bantu-bantu membersihkan rumah. Aku mulai merasa jenuh dengan keadaanku. Aku mulai memikirkan tujuanku ke Jakarta. Aku ingin sekali mengutarakan keinginanku untuk mencari kerja. Namun Om Kahar sangat sibuk. Selama aku disini baru satu kali aku bertemu dengan dia,. itupun hanya sebentar. Dia hanya menanyakan keadaanku selama disini dan selebihnya tidak ada..Seterusnya Om Kahar tidak punya waktu. Untuk anak istrinya saja jarang bertemu. Apalagi aku? Aku merasakan di rumah yang megah ini tidak ada tanda-tanda kehidupan.. Maksudku tidak seperti sebuah keluarga yang penuh kehangatan. Auranya panas walaupun dihujani AC..Sepi dan gersang. Satu hal penyebab semua itu, tidak adanya aktivitas keagamaaan di rumah ini. Suara Adzan dan orang membaca kitab Al-Qur`an tidak ada di rumah ini. Sebagai penganut agama Islam tentu hal itu amat memprihatinkan.  Ketika aku mengaji seusai shalat Magrib seperti kebiasaan yang aku lakukan di Makassar.
    ” Apa yang sedang, Abang lakukan? tanya Andi.,tiba-tiba dia nongol di kamarku.Apa yang sedang aku lakukan? Ulangku dalam hati. Aku sedikit heran. Koq,dia tidak tau kalau aku ini sedang mengaji? Wah,bisa cdelaka ini. Aku jelaskan dengan bahasa sederhana. Kalau aku ini sedang mengaji. Sebagai seorang muslim harus dapat membaca al-Quran. Harus shalat karena shalat itu tiang agama dan kewajiban atas ummat Islam. Adapun faedah mengaji banyak sekali,salah satunya dapat menentramkan hati. Kayaknya Andi tertarik dan minta aku mengajarinya shalat dan mengaji.. Namun hanya berlangsung seminggu. Sebebnya aku diusir oleh Om Kahar. Saban hari selesai shalat Subuh aku olah raga di halaman. Tidak disangka-sangka, saat aku hendak olar raga, aku memergoki tante Frida keluar dari dalam rumah dan berpelukan dengan seorang laki-laki di teras. Mereka kaget dan dengan tergesa-gesa laki-laki itu naik ke dalam mobilmya dan langsung keluar halaman. Aku lihat Mbak Warsi telah berdiri di depan membuka pintu gerbang. Rupanya pada hari-hari tertentu tante Frida mengajak pacarnya menginap ke dalam rumah.dan menjelang subuh pacarnya itu pulang. Entah, kenapa hari itu hari naas buat mereka karena kepergok oleh ku. Jadi selama ini Mbak Warsih sudah tau tapi tutup mulut. Mungkin takut dipecat? Atau kena sogok  tutup mulut? .Sejak kepergok sikap tante kian sengit padaku. Puncaknya saat Om Kahar pulang. Tante melapor bahwa aku telah berlaku kurang ajar kepadanya. Sebagai suami Om percaya begitu saja padanya
     ” Apa yang telah kau lakukan pada,Tantemu,Kahfi? ” tanya Om Kahar di ruang tamu. Tante Frida duduk disebelahnya  Om Kahar memandangiku penuh selidik,sedang Tante wajahnya sinis kepadaku. Aku berdiri di hadapan mereka,di suruh duduk pun tidak.
     ” Maksud,Om,apa ya? Saya tidak ngerti,Om? ” jawabku bingung.
     ” Ah,jangan mengelak kau. Ngaku saja. Dasar anak kurang ajar, ” ketus Tante Frida.
     ” Apa betul kau berlaku kurang ajar terhadap, Tantemu? ”
     ” Tidak,Om. Kahfi tidak melakukan. Itu fitnah, ”
     ” Pembohong kau. Itu Warsih dan Mini saksinya. Warsih! Mini! Kemari! ” teriak Tante tidak seperti biasanya kalau memanggil pembantu dengan Yem,sekarang mereka memanggil nama mereka. Terdengar bunyi sandal Mbak Warsih dan Mbak Mini menuruni anak tangga. Agak tergopoh mereka menuju ruang tengah. ” Ini,dia orangnya,Mas. Tanyakan saja kepada mereka sebagai saksi, ” ujar Tante pada Om Kahar. Mbak Warsih dan mbak Mini ngesot dilantai dekat kursi .
     ” Warsih ,Mini, apa benar Kahfi telah berlaku tidak senonoh kepada Ibu? berkata Om Kahar kepada kedua pembantu itu.
     ” Bee..ttull, Tuan.,” jawab Mbak Warsih terbata, lalu Om Kahar beralih memandangi Mbak Mini.
     ” Sami-sami,Tuan ”
     ” Sami-sami bagaimana? ” bentak Tante.
     ” Nganuu..Bu,jawaban saya sama dengan Mbak Warsih,” suara Mbak Mini gugup Terguncang batinku mendengar pengakuan kedua Mbak itu. Aku tidak menyangka kalau mereka telah diperalat oleh Tante demi menutupi kebusukan Tante. Tubuhku terasa lemas dan dengkulku terasa gemetar. Aku tertunduk, tidak tahan lagi berada di rumah yang menyeramkan ini. Besar ,mewah tapi meranggas Ber-AC tapi panas. Kulirik Om duduk bersandar,dengus napasnya terdengar turun naik akibat menahan amarah.
.     ” Betulkan,Mas. Pokoknya ,Mas ,aku tidak mau anak ini disini lagi . Aku muak,Mas. Aku takut,Mas, ” kata Tante Frida terus saja nyerocos tidak karuan. Karena tidak tahan lagi.akhirnya dengan serta merta Om ngusirku.
     ” Pergi dari sini, Ponakan kurang ajar,tidak bisa menjaga kehormatan keluarga! Hardik Om Kahar marah besar.
 Pagi itu, teramat pahit kurasakan. Kalau orang bilang Empedu pahit sekali. Maka pengusiran dan fitnah ini, amat sangat pahit. Jam sepuluh, aku meninggalkan rumah Hijau lumut itu, setelah aku memberikan amplop cokelat wasiat Kakek. Om Kahar tidak mau menerima dan enggan berbicara padaku. Karena ini amanah,mau tidak mau harus aku sampaikan. Maka amplop itu kutaruh saja di atas meja.Lalu aku pamit. Om Kahar duduk membisu. Wajahnya tegang.  Dengan langklah gontai aku melangkah keluar. Aku tidak menyangka mendapat ujian seberat ini. Difitnah dan diusir bagai kucing buduk. Aku tidak abis pikir tega sekali tante Frida memfitnahku.Apakah karena dia takut perselingkuhannya aku laporkan ke Om Kahar? Atau dia usir aku agar dia leluasa berbuat mesum dengan pacarnya? Sepanjang jalan terbayang wajah Om yang marah besar. Menghardik dan mencaciku. Seketika itu aku merasa asing padanya,Om yang baik berubah menjadi monster dihadapanku..Sungguh,pandai sekali tante Frida mempengaruhi Om Kahar sampai-sampai dia percaya begitu saja..Wajah Om yang merah padam masih membayang dipelupuk mataku.Aku ingin menangis rasanya, tapi karena aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tidak boleh cengeng. maka perasaan itu aku tekan dalam-dalam. Tapi, pikiranku kacau,.mau kemana aku ini? Aku tidak punya siapa-siapa  di belantara Jakarta yang ganas lagi asing ini. Aku tidak tau mau kemana? Aku hanya menurutkan kemana maunya langkah kaki ini?. Sampai sejauh mana kemampuan kaki ini melangkah? Melintas di depan pos satpam Om Karta menyapaku. Kukatakan kalau aku mau balik Aku tidak perlu memberitahunya,mengapa aku pulang? Karena aku tidak mau menjadi informannya,sebab aku bukan Pembokap


***

Komentar

Postingan Populer