Bulan Jatuh di Pangkuanku no.2


(no.2)
diteliti.
 " Sorry, ya, Dik, pemeriksaan rutin. Prosedur tetap disini. Kami harus waspada kepada setiap tamu yang belum kami kenal. Akhir-akhir ini banyak terjadi pencurian dan perampokan. Kami tidak mau kecolongan.Apalagi menjaga para penggede banyak tuntutannya. Prinsipnya kerja ekstra ketat. Alhamdulillah area kerja kami belum pernah kena kasus.. Moga-moga saja tidak terjadi, " celotehnya. Keramahan diwajahnya mulai nampak.Aku disuruh duduk, menunggu kawannya datang. Kalau kawannya yang satu sudah datang, dia berjanji akan mengantar aku ke rumah Om Kahar. Mereka selalu jaga berdua. Kawannya keluar sebentar karena ada urusan. Sebetulnya, tanpa diantar aku pun bisa mencari rumah Om Kahar,asal diberitahu posisi rumahnya.. Tapi aku pikir, ini salah satu taktik kerja mereka yang amat waspada,dengan.mengantar tamu sampai ditujuan. Pos satpam ini aku kira cukup mewah. Tidak seperti pos satpam yang sering aku lihat. Disamping cukup luas dan bersih. Terdapat fasilitas seperti intercom,TV, dan kompor gas mini serta termos air panas. Ada toilet dan ruang shalat dengan karpet yang cukup untuk dua orang shalat. Sambil menaunggu, aku numpang shalat Dzuhur karena jam dinding yang ada di ruang shalat  menunjukkan jam dua siang..Selesai shalat, kawan satpam datang. Aku jabat tangannya. Sukarta, nama yang tertera didadanya. .Om Karta, yang mengantar aku, naik sepeda dan aku jalan kaki sebab sepedanya tidak ada boncengannya. Sambil berjalan kami ngobrol. Dari pengakuannya dia sudah lama bekerja di perumahan ini, sejak 10 tahun yang lalu. Ketika Lestari Indah baru dibuka. Dulu masih sepi sekarang ramai,rumah-rumah sudah pada terisi. Om Karta hafal betul seluk beluk perumahan ini,termasuk rumor tentang kehidupan penghuninya. Dari soal pembantu sampai  soal pribadi yang terkadang bocor sampai ditelinga satpam.
   " Om Kahar itu orangnya oke banget, " kata Om Karta sambil sesekali kaki kirinya menginjak jalan kalau-kalau sepedanya dirasa kecepatan mendahului langkahku
  " Maksud ,Om Karta, oke bangat itu apa ,Om? " tanyaku . Om Karta menoleh ke arahku dan tersenyum.
 " Pokoknyas orangnya baik, deh. Setiap pulang larut malam pasti bawain oleh-oleh buat kami kadang martabak,kadang kue ,kadang apel atau camilan lainnya.Selain baik orangnya juga ramah dan tidak pelit, "
 " Oo, gitu ya yang dimaksud dengan oke banget. " ujarku lugu, ” Tapi Om Kahar sering pulang larut malam ya,Om? "
 " Ya, malah jarang pulang .Tidak tentu sih. Kadang tiga hari ,kadang seminggu baru pulang, malah pernah sebulan tidak pulang. Ommu kan orang sibuk. Punya bisnis dimana-mana. Ntar, liat aja deh, rumah yang paling mentereng diantara rumah disaini. Pasti rumah ommu, " kata Om Karta dengan mimik serius.. Aku yang mendengar hanya menggaguk-angguk kecil. " Tapi, sayang..." lanjut Om Karta,tapi tidak melanjutkan kalimatnya. Dia menoleh kepadaku.
  " Tapi, apa ,Om? " selaku seketika. Om satpam itu tidak segera menyahut. Dia diam.Ada keraguan untuk menjelaskannya.Ataukah dia menyesal telah mengucapkannya? Atau dia keceplosan? " Tapi, apa,.Om? " ulangku.penasaran.Biasanya kalau kata ” tapi, sayang,,.”..berkonotasi buruk.
 " Istri Ommu judes dan pelit. Cantik sih cantik.Tapi itu tadi, " sahut Om Karta dengan nada benci. Mengapa Om Karta saat menyebut istri Om Kahar nadanya kesel? Apakah dia pernah mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan dari istri Om Kahar?.Dan dia sulit melupakan peristiwa itu?. Apakah dia menaruh dendam? Aku tidak tau. Yang jelas dia tidak menyukai istri Om Kahar. Beda saat dia berceritera perihal Om Kahar wajahnya nampak ceria. Aku diam,begitu juga dengan Om Karta tidak banyak bicara lagi sampai kami tiba di rumah Om Kahar. Betul juga rumah Om Kahar besar sekali. Cetnya serba hijau lumut. Dalam halaman yang luas beridri kokoh bangunan rumah dengan dua pilar ukuran besar di depannya. Bangunannya bergaya Spanyol. Di halaman depan, dibelakang pagar, di kiri dan kanan terdapat masing-masing lima pohon Palem.Pohon Palem itu menjulang tinggi dan kokoh,memberi kesan kuat pada rumah itu. Di tengah halaman. ada air mancur dengan kolam yang   lebar.Seluruh halaman,dari pintu sampai teras,dibatako dan dicat dengan warna hijau lumut dan merah hati. Pagar setinggi empat meter yang memisahkan  rumah itu dari dunia luar. Aku dan Om Karta berdiri di depan pintu gerbang yang juga tinggi,seolah ingin menelan kami berdua..Pintu gerbang itu tertutup rapat,cuma ditengahnya,ada dua buah celah persegi empat. Melalui celah inilah,Om Karta mengintip ke dalam. Oo,ada satu celah lagi,tapi lebih kecil hanya pas tangan masuk.terdapat pada sisi tembok, dari celah ini Om Karta memasukkan tangannya. Untuk apa Om Karta memasukkan tangannya ke sana? Oo, rupanya untuk memencet bel yang terdapat di belakang  tembok..Cukup lama kami menunggu., tidak ada tanda-tanda orang muncul.
    ” Biasanya informan muncul, ” kata Om Karta semabri mengintip ke dalam.
    ” Informan itu siapa , Om, ” tanyaku. Om Karta menoleh ke arahku dengan menyeringai.
    ” Pembokap-pembokap diperumahanini kan informan-informan handal. Kau mau tahukan?  Mengapa saya banyak tahu tentang kehidupan penghuni-penghuni di perumahan ini? Ya, dari pembokap-pembokap itu.Hehehe, ”
    ” Pembokap-pembokap itu siapa, Om? ”
    Om Karta tidak menjawab,hanya menatapku dengan heran.
    ” Nah,itu Mbak Yem nongol “ sahut Om Karta, tidak mempedulikan pertanyaanku lagi. Seorang perempuan keluar dengan jalan setengah berlari. Kayaknya  perempuan,yang bernama Mbak Yem itu, pembantu di rumah ini.Dari dalam dia mengintip keluar.Dan dia tersenyum melihat Om Karta. Rupanya Mbak Yem kenal baik dengan Om Karta. Om Karta berbicara dengan Mbak Yem perihal kehadiranku di sini.Lalu Mbak Yem menoleh ke arahku. Dan aku menggagguk ramah kepadanya. Setelah aku dipersilahkan masuk, Om Karta pun balik ke posnya. Bersyukur Om Karta mengantarku, kalau tidak, boleh jadi Mbak Yem tidak akan langsung percaya begitu saja kepadaku,  kalau aku ponakan Om Kahar. Aku disuruh tunggu di teras,sementara Mbak Yem masuk ke dalam dan tidak lama dia keluar.dan dia memanggilku masuk. Saat masuk. Wah, adem sekali. Langit-langir rumah yang menjulang tinggi kira-kira ada enam meter seakan hendak menelanku.bulat-bulat Ruang tamu yang tertata rapi dan terkesan luks.. Baru kali ini aku masuk di rumah sedemikian megahnya. Tiba-tiba nyaliku ciut dan  minder sebagai anak kampung terasa sekali. Aku mengikuti Mbak Yem dari belakang. Di ruang tengah pada salah satu kamat mBak Yem berhenti dan aku juga.
   Dia mengetok pintu kamar dengan sangat hati-hati, Tok..tok..” Buu..." sahutnya pelan.
   " Tunggu ,Yem" terdengar suara wanita dari dalam.Tidak berapa lama pintu kamar dibuka dan muncul seorang wanita cantik berkulit putih. Aku mengangguk hormat kepadanya.
   " Ini anaknya,Bu, " kata Mbak Yem sambari menunjuk ke arahku dengan jempol tangannya,Mbak Yem berdiri dengan  menunduk, selama berbicara dengan istri Om Kahar,  Mbak Yem selalu menunduk.  .
  " Kamu yang bernama ,Kahfi? "
  " Ya,Bibi, "
  " Ei, jangan panggil Bibi..Kampungan. Panggil aku,Tante! Ngerti?! bentaknya bernada tidak suka. Matanya mendelik. Wajahnya yang cantik berubah jelek. Aku menunduk seperti Mbak Yem. " Ngerti! " ulangnya.
  "Iyy..yaa,tante, "
  " Ya, sana,Yem antar ke kamarnya, "

   Plak! suara pintu kamar dibanting. Aku mengikuti Mbak Yem lagi menyusuri anak tangga ke lantai dua. Di lantai dua terdapat empat kamar dan aku ditempakan di kamar paling pojok. Kuucapkan terima kasih kepada Mbak Yem.yang telah mengantarku. Sebelum pergi,Mbak Yem sempat mengingatkan aku agar aku tidak memasukkan di hati sikap ketus Ibu Frida tadi. Dia bermaksud membesarkan hatiku.

Komentar

Postingan Populer