Bulan Jatuh Di Pangkuanku no.1
Karya : Muhammad Suwardi
Bab.Pertama
Jakarta
Tepat jam dua belas siang KM.Kambuna merapat
di pelabuhan Tanjung Priuk Jakarta. Telat dua jam dari jadual semula. Dengan
berdesak-desakan penumpang turun ke darat seakan tidak sabar lagi menginjakkan
kaki di tanah Jakarta. Aku turun saat penumpang sudah mulai lengang. Tidak
perlu tergesa-gesa. Sementara keadaan lengang, kubuka dompet dan kuambil notes
alamat. Kuperhatikan alamat Om Kahar dan nomor telpon rumahnya. Aku yakin Om
Kahar berada di kantor. Apakah sebaiknya aku telpon ke kantornya? Apakah tidak
mengganggu? Ah, lebih baik aku telpon rumahnya atau boleh juga langsung saja ke
sana? Pikirku. Jakarta telah berada di depan mataku.Begitu aku turun dan
melangkah berarti aku harus berjuang di Jakarta, apa pun resikonya. Aku tidak
boleh surut ke belakang lagi. Kutenangkan pikiranku. Dan aku berdoa dalam hati.
Setelah itu, kini aku telah berada di Jakarta. Ternyata kota Jakarta. ramai dan
sumpek dimana membuat kepalaku pening oleh hilir mudik kendaraan dengan
polusinya.. Hiruk-pikir kendaraan bagai kesetanan melaju di jalan raya atau di
jalan sempit. Truk-truk besar lebih gila lagi. Tidak mau kalah negbutnya.
Bisa-bisanya memutar di jalan sempit?. Kemacetan dimana-mana. Orang-orang
menyemut dipanggang oleh terik matahari. Mengais rizki demi sesuap nasi. Oh.
sungguh keras Jakarta. Yang membuat jantungku berdetak kencang di simpang
terminal Tanjung Priuk Ada insidens mengerikan.terjadi didepan mataku. Seorang
copet tertangkap basah,dihajar beramai-ramai oleh tukang ojek ,pengasong, supir
dan tidak ketinggalan penumpang turut ambil bagian memberi bokem mentah. Minta
ampun dan jeritan sang pelaku tidak berarti apa-apa.Bakar! Bakar! terdengar
seorang laki-laki gondrong berteriak. Yang direspon oleh beberapa orang
menenteng ciregen berisi bahan bakar. Ces ces ces... sekujur tubuh pencopet
disiram bensin. Korek api di pantik. Bless! Tubuh itu pun kelonjotan dan
menjerit-jerit. Berteriak-teriak kesana kemari. Dan orang-orang pun pada
bersorak kegirangan. Seperti melihat ikan bakar di depan mereka. Dan hanya
dalam hitungan menit api itu padam dan bau gosong menyumpal hidung dalam jarak
beberpa meter dari ku. Aku mual dan bertambah pusing.Jantungku berdetak
kencang. Keringat dingin mengucur dari kepalaku. Peluh dingin terasa menyirami
tubuhku. Aku segera menyingkir dari orang-orang biadab itu. Aku berteduh
dibawah pohon masih diarea pelabuhan. Orang -orang tidak berperikemanusian itu
pada bubar meninggalkan seonggok tubuh gosong, tergeletak di tengah jalan
begitu saja. Mereka pergi tanpa rasa bersalah sedikitpun. Itu jelas terlihat
dari senyum menyeringai dari wajah mereka. Pengadilan jalanan beru saja
berlangsung. Padahal tidak jauh dari terminal ada pos polisi. Jelas papan
penunjuk,Pos Polisi terpampang di sisi kanan terminal. Setiap mobil atau pengendara lewat melambatkan
jalannya, menyempatkan berhenti barang sejenak utuk menengok si Gosong tadi
itu. Setelah menengok mereka melaju lagi seperti sediakala seakan melihat
barang rongsokan..Astagfirullah! Ya, Allah apa hikmah dibalik semua kejadian
yang barusan aku lihat ini ,ya, Allah? Kutarik napas perlahan.Kuatur terikan
napasku. Kondisiku mulai baikan. Mual dan pusing perlahan mereda. Bunyi sirine
ambulans dan mobil patroli polisi datang di te mpat kejadian.Beberapa orang
ditanyai oleh polisi tapi semua menggeleng. Inikah wajah Jakarta yang keras dan
garang.? Inilah drama kemanusiaan yang pertama kali aku saksikan dan tidak akan
aku lupakan. untuk selama-lamanya. Dan anehnya,baru saja aku menginjakan kaki
di Jakarta,sudah menyaksikan peristiwa amat memilukan itu Ya, Allah lindungilah
aku yang lemah ini. Aku tidak ingin nasib buruk menimpaku di negeri orang . Aku
masih bersandar pada batang pohon Angsana..Angin sepoi terasa sejuk di
badan,menghilang rasa terik menggigit.Tapi,
tiba-tiba perutku terasa keroncongan. Sejak pagi belum terisi sepotong
makanan pun.Di depanku ada seorang penjual buah di gerobak. Sepotong buah
dihargai seribu rupiah. Ada nanas, pepaya,semangka,melon dan bengkoang. Kuambil
sepotong buah nanas dan pepaya. Lumyan manis. Cukup mengganjal perutklu. Kepada
abang penjual itu, kutanyakan alamat Om Kahar ,moga-moga dia tau? Abang itu
menunjuk angkot M 15 warna biru jurusan Kota- Tanjung priuk via Kampung Bandan.
Aku ikuti saja saran abang penjual buah
itu Bergegas Aku naik M15. yang
sedang ngetem menunggu penumpang penuh dan setelah penumpang penuh baru
berangkat. Tidak lama kemudian M 15 berangkat menyusuri jalan ke arah Ancol
terus lurus. Aku hanya dapat melihat Ancol dari depannya saja. Lalu aku
teringat ceritera Sugito,kawan SMA ku,katanya Ancol terletak di perbukitan nan
indah. Ah, bisa-bisanya anak itu membual. Nyatanya,Ancol terletak di pinggiran
kota Jakarta. Didepannya ada kanal dan diatasnya ada jalan layang. Saat
sekarang aku tidak bermimpi untuk masuk ke Ancol. M 15 belok kiri masuk ke
kampung Bandan. Aku ingat-ingat ancang-ancangnya ada rel kerta api dan pos
polisi. Dari situ terus saja, lalu belok kanan ada SPBU. Turun disini, lalu
jalan kaki kira-kira lima puluh meter ,mentok Perumahan Lestari Indah. Tanya di
pos satpam perumahan. Pasti ketemu. begitu info dari Om Kahar. Di dalam M 15
aku mulai gelisah celingukan. Kutanyakan kepada pak sopir , keberadaan SPBU.
Kata Pak sopir di depan tidak jauh lagi. Saat belok kanan tampak SPBU. Aku
turun disini.,lalu berjalan menuju Perumahan Lestari Indah. Aku bertanya pada
satpam Kepada satpam perumahan mewah ini, aku perlihatkan alamat
pada notes yang kupegang. Seorang laki-laki perawakan tinggi tegap dengan wajah
persegi menyiratkan kesan keras berdiri di hadapanku, dia membaca notes itu.
Sesat aku ditatapnya.
" Adik apanya, Om Kahar? "
tanyanya penuh selidik.
"Saa..ya ponakannya, Om," jawabku
agak gugup.
" Baru tiba dari Makassar ya? "
" Yaa," jawabku datar sambil
menggangguk. Satpam itu mengajakku masuk ke dalam pos jaganya.Lalu dia
menyodorkan buku daftar tamu. Kuisi buku itu,lalu. KTP ku diambil dan diteliti ...bersambung
Komentar
Posting Komentar